Mungkin akhir-akhir ini lagi viral perilaku bullying yang dilakukan di institusi pendidikan, khususnya mahasiswa di perguruan tinggi terhadap mahasiswa berkebutuhan khusus. Hal tersebut mungkin dipicu oleh kurang menguatnya pendidikan mengenai keberagaman akhir-akhir ini. Bukan seperti isu agama, ras, dan warna kulit yang selalu dibicarakan di hadapan publik, isu mengenai disabilitas sendiri jarang disentuh terutama bagi institusi pendidikan formal yang memang tidak memberikan fasilitas memadai untuk mahasiswa berkebutuhan khusus seperti sosialisasi kehidupan kampus dengan menyediakan pendamping untuk mahasiswa berkebutuhan khusus dan menghormati segala bentuk keragaman.
Saya merasa tidak perlu menjawab secara gamblang apa yang disebut disabilitas, tulisan ini akan menyoroti mengapa dan bagaimana pendidikan keragaman di negara kita masih kurang memberikan pemahaman dan kebutuhan untuk teman-teman maupun keluarga kita yang berjuang hidup dengan hal-hal yang mengelilingi mereka dan membutuhkan perhatian ekstra. Kita selalu diajari bagaimana bersikap toleransi dan tolong menolong dengan orang-orang yang berbeda agama dengan kita, tapi pernahkah kita bertanya apakah sikap tersebut bisa kita terapkan kepada orang-orang yang berkebutuhan khusus? Untuk sebagian orang mungkin menjawab iya dan dengan sungguh-sungguh, walau tak mengerti sepenuhnya, mereka memahami kebutuhan orang tersebut yakni diperlakukan sama dan setara. Di sisi lain, miskomunikasi antara kita dan mereka menjadikan diri kita tidak sabaran dan melakukan segala cara untuk membuat mereka tunduk pada kita tanpa melihat adanya konsesus bersama mengenai apa kebutuhan mereka. Salah satunya melalui tindakan bullying.
Walaupun dengan adanya kemajuan media dan informasi seperti sekarang, tak semua orang mau belajar mengenai disabilitas. Selain kurangnya interaksi yang lebih humanis dan terarah serta aktif di antaranya, juga stigma masyarakat yang masih mengucilkan orang berkebutuhan khusus dan keluarganya. Mempelajari mengenai disabilitas merupakan salah satu kunci menyatukan Indonesia dalam Bhinneka Tunggal Ika, menghargai jika mereka memiliki hak untuk hidup dan sehat, berpendapat, memeroleh pendidikan, pekerjaan, memiliki keluarga dan pertemanan, serta memiliki hak untuk hidup nyaman.
Hal yang membuat miris adalah, walau sudah mengerti adanya persamaan dan kesetaraan hak terhadap disabilitas, beserta aturan pemerintah mengenai hak disabilitas, tak semua elemen masyarakat mau dan bisa melaksanakan kewajiban mereka menghargai disabilitas. Tak semua fasilitas publik di Indonesia yang menyediakan fasilitas untuk disabilitas. Kota tempat tinggal saya, Surabaya, saya akui memiliki fasilitas walau tak bisa dikatakan lengkap, tapi sedikit memadai dari kota lainnya. Pendidikan inklusi tumbuh disini seiring munculnya beragam pusat studi dan layanan baik pemerintah, universitas, dan komunitas yang bermunculan. Ruang publik mulai dari lapangan pekerjaan dan taman sudah siap menerima disabilitas. Paling terbaru, sebuah startup yang muncul di Surabaya bernama kerjabilitas.id yang memfasilitasi bagaimana pencari kerja berkebutuhan khusus dengan perusahaan dipertemukan.
Dengan adanya kasus ini, saya berharap mungkin tak sekedar tulisan yang muncul di linimasa saja yang memperjuangkan hak bagi disabilitas, saya berharap ada aksi nyata, minimal anda menjaga fasilitas untuk berkebutuhan khusus tetap bersih dan terawat dan belajar bagaimana memperlakukan orang yang berkebutuhan khusus. Jika anda ingin berkontribusi lebih, mungkin anda bisa mempertimbangkan masuk ke komunitas yang peduli dengan orang yang berkebutuhan khusus ke depannya. Karena jika anda ingin diperlakukan sama dan dihormati, mulailah dengan orang yang ada temui, jangan meremehkan orang tersebut jika berbeda dari anda.
Penulis merupakan mahasiswi dan memiliki minat dalam isu lingkungan multikultural dan pemberdayaan manusia melalui lingkungan setara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar