Hola!
Akhirnya aku akan mengunggah salah satu tugas kuliah aku sekaligus hasil sharing bersama alumni Ilmu Komunikasi Unair yang merupakan panutan aku yakni Mbak Etty A. Soraya. Eh wait kok manggilnya Mbak?
Very long short story, kebiasaan di Ilmu Komunikasi Unair yang menunjukkan keakraban antar generasi membuat aku memanggil beliau sebagai Mbak Etty. Beliau pernah mengajar mata kuliah Dasar-dasar PR di kelas aku dan seseorang yang mengenalkan aku potensi UMKM di bidang fashion melalui Kalyana Indonesia loh hingga magang disana. Penasaran kan bagaimana perjalanan Mbak Etty berkarier di bidang komunikasi. Berikut ceritanya,
Etty
A. Soraya, merupakan alumni Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga yang kni
menjadi dosen Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Widya Mandala Surabaya.
Sebelumnya, Etty, panggilan akrabnya, merupakan seorang public relation dari Sheraton Hotel Surabaya.
Etty masuk Ilmu Komunikasi
Universitas Airlangga angkatan 1998, dimana ia mengambil konsentrasi komunikasi
korporat. Mengaku ingin belajar Ilmu Komunikasi dari bangku menengah atas, Etty
mengungkapkan banyak hal yang berubah mengenai Ilmu Komunikasi dari awal dia
menjadi mahasiswa hingga menjadi dosen.
Dahulu ilmu komunikasi menurut
pandangan banyak orang hanya terbatas tentang media dan juga public relation. Padahal banyak hal yang
bisa dipelajari oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi seperti public speaking yang tak hanya melatih berbicara di hadapan publik
tetapi juga mengukur kekuatan sebuah narasi untuk disampaikan.
Etty mengaku dirinya dulu sulit
berbicara di hadapan publik. Hal ini yang membawanya mempelajari public speaking secara serius
dikarenakan public speaking merupakan
modal dasar yang digunakan anak Ilmu Komunikasi baik di media maupun korporat.
Dari belajar public speaking, Etty
terjun pada industri radio sebagai penyiar dan MC dengan berkarier di Colours
Radio. Kuliah Etty sempat terhambat oleh pekerjaan Etty sebagai penyiar dan MC.
Pada 2005, ia akhirnya lulus kuliah melalui bimbingan Bu Moer.
Setahun kemudian, Etty ingin belajar
untuk gelar master. Ia pun memikirkan bagaimana ia memilih jurusan yang tepat
di luar negeri, mengingat ia belajar tanpa beasiswa. Akhirnya ia memutuskan
belajar creative industry, sebuah
bidang baru gabungan seni, komunikasi, dan bisnis pada saat itu. Etty memiliki
alasan mengapa memilih creative industry dikarenakan
creative industry merupakan bidang
yang bisa diaplikasikan di Indonesia dan juga bisa mempelajari media dan
komunikasi korporat sekaligus. Ia memilih Queensland University of Technology,
Australia sebagai tempat belajar master creative
industry.
Sepulangnya Etty dari Indonesia,
Etty bekerja sebagai staf Public Relation
di Sheraton Hotel Tunjungan Plaza. Waktu itu sosial media baru saja
menjamur di luar negeri sehingga Sheraton menggunakan sosial media sebagai salah satu cara baru
dalam mempromosikan hotel selain kegiatan yang berhubungan dengan customer dan media. Pada satu tahun
pertama, Etty yang bekerja sambil belajar untuk training di Sheraton menghabiskan jam kerja yang panjang agar ia
bisa maksimal dalam melakukan tugasnya sebagai staf Public Relation di Sheraton.
Di Sheraton, Etty mempelajari
bagaimana review hotel dari customer bisa mengundang orang-orang
tertarik datang ke Sheraton dibanding review
yang dilakukan oleh media pada umumnya. Ia bersama timnya mulai merancang
bagaimana media management yang baik
dari sisi media maupun sosial media. Etty pun menemukan beberapa influencer yang dinilai mampu
meningkatkan nilai brand dari
Sheraton di Surabaya.
Ilmu tersebut pula yang ia bawa ke
Kalyana Indonesia, sebuah start up di
bidang tas yang memiliki spesialisasi desain batik. Etty dan Maulina Molly
merupakan teman SMA yang membawa Etty tertarik kepada tas desain Molly. Ia
memutuskan datang ke workshop Kalyana
Indonesia yang awalnya ingin membeli produk Molly. Waktu itu, Etty bercerita
bagaimana ia menjaga penampilan sebagai representatif Indonesia di tengah
karyawan maupun customer Sheraton
yang kebanyakan warga negara asing. Etty lalu memutuskan memakai batik untuk
mengenalkan kebudayaan Indonesia saat bertemu keduanya. Dari kebiasaannya
memakai batik dan melihat tas desain batik buatan Molly yang belum berkembang
saat itu membuat Etty berinisiatif mengenalkan Kalyana Indonesia ke luar
negeri.
Di penghujung karier Etty sebagai public relation Sheraton Hotel Tunjungan
Plaza, Etty memutuskan bergabung di Kalyana Indonesia sebagai marketing director Kalyana Indonesia.
Ilmu yang dimilikinya baik dari Ilmu Komunikasi dan juga creative industry membuat Etty mampu membawa Kalyana Indonesia ke
beragam pameran fashion seperti Collection Premiere Moscow dan Jakarta Fashion Week serta dijual di
beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Rusia sebelum
Kalyana Indonesia melakukan debutnya di negeri sendiri pada tahun 2017.
Etty mampu
menghadapi beragam krisis yang pernah terjadi selama kariernya baik sebagai public relation maupun marketing director Kalyana Indonesia dikarenakan kemauannya yang besar untuk belajar hal-hal baru.
Salah satu krisis yang dikenang Etty adalah pemakaian kulit ular untuk tas
Kalyana Indonesia sebelum memakai kulit sapi. Waktu itu, Kalyana Indonesia
memiliki slot pameran di Las Vegas dan didatangi oleh aktivis lingkungan yang
menganggap produk Kalyana Indonesia mengandung animal cruelty. Krisis tersebut membawa Kalyana Indonesia untuk
mengurus sertifikasi pemakaian kulit hewan yang dianggap langka dan memikirkan
kulit cadangan yang bisa digunakan yakni kulit sapi. Keluar dari krisis
tersebut merupakan pelajaran yang sangat berharga dikarenakan profesionalisme
dan kecintaan akan produk dalam negeri yang dimiliki Etty benar-benar diuji
oleh krisis lingkungan.
Menurutnya menjadi seorang public relation diperlukan keinginan
untuk belajar terus menerus walau tak lagi berada di kampus melihat tren maupun
jenis krisis serta media yang dihadapi oleh seorang public relations benar-benar diuji. Selain itu, ia mengungkapkan
etika sebagai public relation di
kehidupan pribadi maupun profesional benar-benar harus diperhatikan karena
kehidupan pribadi terutama di sosial media seorang public relation benar-benar diperhatikan oleh public yang merupakan
stakeholder dari institusi yang diwakilkan
oleh public relation tersebut. Ia
mencontohkan beberapa public relation muda
yang dikenalnya mengeluh tentang pekerjaan melalui fitur instastory yang dinilainya lebih baik keluhan disimpan sendiri atau
disampaikan dengan bentuk motivasi positif seperti semangat kerjanya atau yuk
jangan dikasih kendor.
Saat ini, Etty melebarkan sayapnya
menjadi dosen atas amanah dari mendiang ibunya. Ibu dari Etty yang seorang guru
ingin Etty memberikan ilmunya kepada generasi yang lebih muda untuk memperkuat
semangat profesionalisme di era digital. Etty yang sebelumnya dosen luar biasa Public Relation untuk Universitas
Airlangga, sangat bersyukur bahwa menjadi dosen di Universitas Kristen Widya
Mandala membuat dirinya mampu menjalankan amanah ibunya dan menyiapkan generasi
muda public relation Indonesia yang
profesional di kemudian hari.
Ini cerita aku tentang Mbak Etty. Seru sekali kan? Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu memiliki panutan saat kuliah di bidang favoritmu? Yuk bercerita di kolom komentar :)
Ini cerita aku tentang Mbak Etty. Seru sekali kan? Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu memiliki panutan saat kuliah di bidang favoritmu? Yuk bercerita di kolom komentar :)
Tidak ada komentar